Jumat, 10 Februari 2017

Sistem Penggolongan Darah Rhesus

Sistem Penggolongan Darah Rhesus
Sistem penggolongan ini membagi golongan darah manusia menjadi dua, yaitu Rhesus Positif (Rh +) dan Rhesus Negatif (Rh-). Pembeda kedua jenis golongan darah ini ialah dengan memperhatikan faktor Rh, berarti darah seseorang dibedakan berdasarkan ada tidaknya Antigen-Rh dalam eritrositnya.

Istilah Rh atau Rhesus (juga biasa disebut Rhesus Faktor) pertama sekali dikemukakan pada tahun 1940 oleh Landsteiner dan Weiner. Dinamakan rhesus karena dalam riset tersebut digunakan darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu spesies kera yang paling banyak dijumpai di India dan Cina.
Pada sistem ABO, yang menentukan golongan darah adalah antigen A dan B, sedangkan pada Rh faktor, golongan darah ditentukan adalah antigen Rh (dikenal juga sebagai antigen D).
Jika hasil tes darah di laboratorium seseorang dinyatakan tidak memiliki antigen Rh, maka ia memiliki darah dengan Rh negatif (Rh-), sebaliknya bila ditemukan antigen Rh pada pemeriksaan, maka ia memiliki darah dengan Rh positif (Rh+).
Bagaimana Sejarah Ditemukannya Sistem Penggolongan Darah Rhesus ??
Jauh sebelum sistem golongan darah Rhesus ditemukan, telah dikenal gejala klinis yang disebut dengan Hydrops fetalis,  Jaundice dan Kernicterus.  Umumnya, bayi meninggal beberapa hari sesudah dilahirkan.
Pada tahun 1921, Von Gierke mengemukakan pendapatnya bahwa hydrops fetalis, jaundice dan kernicterus mungkin bukanlah beberapa hal yang berdiri sendiri, melainkan suatu perjalanan penyakit karena suatu penyebab.
Pada saat itu telah diketahui bahwa pada kasus hydrops fetalis, jaundice dan kernicterus, janin/bayi yang menderita penyakit ini juga mengalamianemia berat, dan pada pemeriksaan laboratorium terlihat  hemolisis serta adanya peningkatan jumlah eritroblast yang sangat tinggi.
Pada tahun 1932, Diamond dkk menyatakan bahwa hydrops fetalis, jaundice, kernicterus, serta hemolisis di masukkan  ke dalam satu proses patologik yang dinamakan Erythroblastosis fetalis. Sekarang, Erythroblastosis fetalis dinamakan Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) atau Hemolytic Disease of the Fetus and Newborn (HDFN).
Selama beberapa tahun, penyebab hemolisis belum diketahui, sampai akhirnya pada tahun 1938, Darrow mengemukakan usulan bahwa patomekanisme dari erythroblastosis fetalis adalah reaksi antigen-antibodi. Darrow memperkirakan hemoglobin janin dianggap sebagai imunogen bagi ibu, sehingga sistem imun ibu memproduksi antibodi terhadap sel darah merah janin.
Dengan adanya antibodi ibu terhadap sel darah merah janin maka terjadilah respon imun yang melisiskan sel darah merah janin. Pendapat Darrow pada waktu itu bahwa reaksi antigen-antibodi merupakan dasar terjadinya  erythroblastosis fetalis memang masih merupakan teori, namun pendapat itu sudah merupakan koreksi terhadap pendapat sebelumnya.
Pada tahun 1939, Levine dan Stetson melaporkan tentang seorang ibu yang mengalami dua kejadian yaitu reaksi transfusi setelah mendapat transfusi darah dari suaminya, dan janin/bayi si ibu mengalami HDN. Si ibu mengalami reaksi transfusi yang sekarang dikenal dengan nama Acute Hemolytic Transfusion Reaction (reaksi hemolisis akut karena transfusi).
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa si ibu ternyata membentuk antibodi terhadap sel darah merah suaminya, namun belum diketahui jenis antigen apa pada sel darah merah suaminya yang dikenali oleh antibodi ibu.
Dari pemeriksaan ini, reaksi transfusi yang terjadi pada si ibu telah dapat diterangkan, tetapi mengapa terjadi HDN belum dapat dijelaskan. Pada saat itu, adanya antibodi ibu terhadap sel darah merah suaminya belum dikaitkan dengan kasus HDN yang terjadi. Apalagi beberapa waktu sesudah kejadian itu, didapatkan si ibu tidak memproduksi lagi antibodi terhadap sel darah merah suaminya. Kejadian ini berlalu tanpa dikaitkan dengan HDN yang terjadi, dan dianggap sebagai kejadian yang terpisah.
Di tahun 1940 dan 1941, Landsteiner dan Weiner mendeskripsikan eksperimen yang mereka lakukan pada guinea pigs dan kelinci. Eksperimen tersebut adalah sebagai berikut:
  • Mereka mengimunisasi / menyuntikkan sel darah merah kera rhesus ke guinea pigs dan kelinci. Dengan imunisasi ini maka guinea pigs dan kelinci membentuk antibodi terhadap sel darah merah kera Rhesus (oleh penelitinya antibodi ini dinamakan anti-Rhesus).
  • Anti-Rhesus  ini diambil dan direaksikan / dicampur dengan sel darah manusia dari berbagai individu.
  • Reaksi dari campuran tersebut diamati, positif ataunegatif. Disebut reaksi positif,  bila sel darah merah manusia menjadi lisis dan disebut reaksi negatif bila sel darah merah manusia tidak lisis. Ternyata, 85% eksperimen menunjukkan reaksi positif. Dengan demikian disimpulkan bahwa anti-Rhesus juga bereaksi terhadap sel darah merah manusia. Dengan kata lain, pada sebagian besar sel darah manusia terdapat antigen yang dikenali oleh anti-Rhesus. Sel darah merah yang TIDAK lisis (15%) berarti tidak mempunyai antigen yang dikenali oleh antibodi tersebut (gambar 1). Di dunia, populasi dengan Rhesus (+), 85% populasi berada di Eropa Barat dan Amerika Utara.
https://static.wixstatic.com/media/b0bcc6_eff2561f14ee4fcd8b7b521a7ee5bd73.png/v1/fill/w_509,h_346,al_c,lg_1/b0bcc6_eff2561f14ee4fcd8b7b521a7ee5bd73.png
Antigen yang dikenali oleh anti-Rhesus disebut dengan antigen Rhesus. Dengan demikian pada sel darah manusia terdapat antigen yang sama dengan yang terdapat pada sel darah merah kera rhesus yaitu antigen Rhesus. Sel darah merah manusia yang mempunyai antigen Rhesus akan lisis bila direaksikan dengan anti-Rhesus, tetapi sel darah merah manusia yang tidak mempunyai antigen Rhesus tidak akan lisis bila direaksikan dengan anti-Rhesus (gambar 1).
Jadi sejak saat itu diketahui bahwa berdasarkan ada tidaknya antigen-Rh, maka golongan darah manusia dibedakan atas dua kelompok, yaitu :
  • Rh-positif (Rh+), berarti darahnya memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi positif atau terjadi penggumpalan eritrosit pada waktu dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh).
  • Rh-negatif (Rh-), berarti darahnya tidak memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi negatif atau tidak terjadi penggumpalan saat dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh).
Apakah Penggolongan Darah ini Dipengaruhi Faktor Genetik ?
Menurut Landsteiner golongan darah Rh ini, bersifat herediter yang diatur oleh satu gen yang terdiri dari 2 alel, yaitu R dan r. R dominan terhadap r, sehingga terbentuknya antigen-Rh ditentukan oleh gen dominan R. Orang Rh+ mempunyai genotip RR atau Rr, sedangkan orang Rh- mempunyai genotip rr.
Wiener menyatakan bahwa golongan darah Rh ditentukan oleh satu seri alel yang terdiri dari 8 alel. Hal ini didasarkan pada kenyataan tidak semua orang Rh+ mempunyai antigen-Rh yang sama, begitu juga dengan orang Rh-. Kedelapan alel tersebut yaitu: (1) Rh+, alel-alelnya RZ , R1 , R2 , R0 dan (2) Rh-, alel-alelnya ry, r’, r”, r
Peneliti lain yaitu R.R. Race dan R.A. Fisher berpendapat bahwa golongan darah Rh ditentukan oleh 3 pasang gen (C, D, dan E). Gen-gen ini bukan alel, tetapi terangkai amat berdekatan satu sama lain dan ketiga gen ini dominan terhadap alelnya c, d, dan e.
Ada tidaknya antigen-Rh dalam eritrosit seseorang ditentukan oleh gen D. Orang Rh+ mempunyai gen D dan bergenotip CDE atau cDe , dan sebagainya. Orang Rh-, tidak mempunyai gen D dan genotipnya dapat ditulis cdE atau CdE. Ketiga sistem tersebut tetap berlaku karena belum dapat dipastikan sistem mana yang benar sampai sekarang
Apakah Peranan Faktor Rhesus dalam Kehidupan Sehari-hari?
Faktor Rh dalam darah seseorang mempunyai arti penting dalam klinik. Orang yang serum dan plasma darahnya tidak mempunyai anti-Rh dapat distimulir (dipacu) untuk membentuk anti-Rh. Pembentukan anti-Rh ini dapat melalui :
1. Transfusi Darah.
Contoh kasus ini misalnya pada seorang perempuan Rh- yang kerena sesuatu hal harus ditolong dengan transfusi darah. Darah donor kebetulan Rh+, berarti mengandung antigen-Rh. Antigen-Rh ini akan dipandang sebagai protein asing, sehingga perempuan itu akan distimulir membentuk anti-Rh.
Serum darah perempuan yang semula bersih dari anti-Rh akan mengandung anti-Rh. Anti-Rh akan terus bertambah jika transfusi dilakukan lebih dari sekali. Anti-Rh akan membuat darah yang mengandung antigen-Rh menjadi menggumpal sehingga perempuan Rh- tersebut tidak bisa menerima darah dari orang Rh+.
Orang Rh- harus selalu ditransfusi dengan darah Rh-. Seseorang yang akan melakukan transfuse, jadi sebaiknya selain memeriksa golongan darah dengan sistem ABO juga harus memeriksakan faktor Rhnya.
2. Perkawinan.
Kasus ini bisa terjadi misalnya seorang perempuan Rh- (genotip rr) menikah dengan laki-laki Rh+ (bergenotip homozigotik RR) dan perempuan tersebut hamil. Janin dari pasangan ini tentunya akan bergolongan darah Rh+ (genotip Rr) yang diwarisi dari ayahnya.
Sebagian kecil darah janin yang mengandung antigen-Rh tersebut akan menembus plasenta dan masuk kedalam tubuh ibunya. Serum dan plasma darah ibu distimulir untuk membentuk anti-Rh, sehingga darah ibu yang mengalir kembali ke janin mengandung anti-Rh.
Anti-Rh ini akan merusak sel darah merah janin yang mengandung antigen-Rh, sehingga janin akan mengalami hemolisis eritrosit. Hemolisis eritrosit akan menghasilkan bilirubin indirek yang bersifat tidak larut air, tetapi larut lemak dan tentunya akan meningkatkan kadar bilirubin darah janin.
Peningkatan ini dapat menyebabkan ikterus patologis yaitu suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan Kern ikterus, bila tidak segera ditangani.
Kern ikterus menyebabkkan suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus sub talamus, hipokampus, nukleus merah dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Bayi yang mengalami kern ikterus biasanya mengalami kuning disekujur tubuhnya. Ada 2 kemungkinan bagi janin yang mengalami ketidakcocokan Rh ini, yaitu : Bayi pertama bisa selamat karena anti-Rh yang dibentuk oleh ibu itu masih sedikit, sedangkan bayi pada kehamilan kedua bisa meninggal, jika mengalami anemia berat. Penyakit seperti ini dikenal dengan nama Eritoblastosis fetalis.
Kejadian ini akan terulang pada waktu ibu hamil berikutnya. Bayi dapat juga hidup, tetapi biasanya akan mengalami cacat, lumpuh, dan retardasi mental.
Penjelasan Mengenai Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) 
Rangkaian kejadian yang dialami bayi tersebut, pada tahun 1941, ditulis oleh Levine dkk dalam suatu laporan lengkap tentang etiologi dari HDN. Dalam tulisannya dijelaskan bahwa hemolisis pada kasus HDN disebabkan antibodi ibu terhadap sel darah merah janin.
Antibodi ini menembus plasenta kemudian berikatan dengan sel darah merah janin, menimbulkan respon imun berikutnya, yang berakibat HDN. Dari berbagai studi termasuk studi literatur didapatkan bahwa antibodi pada HDN adalah antibodi yang dilaporkan oleh Landsteiner dan Weiner (yaitu anti-Rhesus).
Dengan demikian nampaklah benang merah bahwa HDN adalah suatu kondisi patologik yang didasari oleh reaksi antigen-antibodi. Antibodi yang berperanan disebut anti-Rhesus, dan antigennya disebut dengan antigen Rhesus.
Sel darah merah janin mempunyai antigen Rhesus, sedangkan sel darah merah ibu tidak mempunyai antigen Rhesus, sehingga antigen Rhesus merupakan benda asing bagi ibu. Antigen Rhesus ini merangsang sistem imun ibu untuk membentuk anti-Rhesus, yang dapat menembus plasenta dan berikatan dengan sel darah merah janin.
Setelah memahami penjelasan di atas, kita tahu bahwa Rhesus juga tak kalah penting dengan sistem penggolongan darah A-B-O. Untuk itu, menjadi penting untuk kita mengetahui Rhesus sedini mungkin.
Satu lagi yang ingin saya bahas mengenai Rhesus, yaitu penjelasan mengenai Rhesus Negatif yang hingga saat ini masih menjadi tanda tanya besar bagi sejumlah ilmuwan. Penjelasan tersebut akan saya bahas di artikel berikutnya.



Darah manusia dapat dikelompokkan (digolongkan) berdasarkan atas ada tidaknya antigen yang terdapat pada permukaan luar membran sel darah merah (eritrosit). Antigen yang dimaksud
dinamakan aglutinogen. Antigen sel darah merah merupakan suatu bagian berupa glikoprotein atau glikolipid yang bersifat genetis. Antigen yang telah dikenali pada sel darah merah yaitu antigen A dan antigen B.
      Di dalam plasma darah terdapat antibodi yang disebut aglutinin. Aglutinin merupakan antibodi yang bereaksi dengan antigen dan terdapat pada permukaan sel darah merah. Sesuai jenis
aglutinogen, ada dua jenis aglutinin yaitu aglutinin (anti-A) dan aglutinin (anti-B). Jika kedua aglutinin ini bereaksi dengan antigen, sel darah merah akan menggumpal satu sama lain atau mengalami lisis. Proses yang demikian dinamakan aglutinasi (penggumpalan darah).
       Ahli ilmu tentang kekebalan tubuh (imunologi) berkebangsaan Austria, Karl Landsteiner (1868-1943), mengelompokkan golongan darah manusia menjadi golongan darah A, B, AB dan O atau 0
(nol). Penggolongan darah semacam ini dinamakan sistem ABO atau AB0, Selain sistem ini, darah dapat juga digolongkan dalam sistem Rhesus (Rh).

a) Penggolongan Darah Sistem ABO
      Sel darah merah ada yang memiliki antigen A, antigen B, dan antigen A,B. Tetapi ada juga sel darah merah yang tidak memiliki antigen A maupun B. Sel darah ini hanya memiliki aglutinin pada plasma darahnya saja.
Seseorang akan memiliki golongan darah A, bila sel darah merahnya memiliki antigen A dan plasma darahnya memiliki aglutinin (anti-B). Seseorang akan bergolongan darah B, bila sel darah merahnya memiliki antigen Ba) Penggolongan Darah Sistem ABO Sel darah merah ada yang memiliki antigen A, antigen B, dan antigen A,B. Tetapi ada juga sel darah merah yang tidak memiliki antigen A maupun B. Sel darah ini hanya memiliki aglutinin pada plasma darahnya saja.
Seseorang akan memiliki golongan darah A, bila sel darah merahnya memiliki antigen A dan plasma darahnya memiliki aglutinin (anti-B). Seseorang akan bergolongan darah B, bila sel darah merahnya memiliki antigen B dan plasma darahnya memiliki aglutinin (anti-A). Kemudian, orang akan bergolongan darah AB, jika sel darah merahnya memiliki antigen A dan B, tetapi dalam plasma
darahnya tidak memiliki aglutinin dan . Sementara, orang akan bergolongan darah O atau 0, bila sel darah merahnya tidak memiliki antigen A dan B, hanya dalam plasma darahnya memiliki aglutinin dan aglutinin .
Supaya kita lebih paham, coba kalian perhatikan tabel berikut:
1em;">https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinnDbUVNE5luo-Nn0k4qlUa_zvw-MXJB4G2o7Ywawtp-H2YS74fPfhnhLiaMBOOfzKW-MY9FhgX-pNvOZBTKPmTFTKgayY_AiCxBawkOJe5gRWeougdBkuDUPuVOSq0GEbDRWkPlqKMME/s1600/darah+ABO.png       Apabila sel darah merah seseorang mengandung aglutinogen A dan serum darahnya membuat aglutinin , maka orang tersebut mempunyai golongan darah A.
Sebaliknya, apabila sel darah merah seseorang mengan dung aglutinogen B dan serum darahnya membuat aglutinin , maka orang tersebut dikategorikan golongan darah B. Kemudian, apabila sel darah merah seseorang mengandung aglutinogen A dan B, sementara serum darah tidak dapat membuat aglutinin maupun , maka orang tersebut mempunyai golongan darah AB. Sebaliknya, bila sel darah merah seseorang tidak mengandung aglutinogen A dan B, sementara serum darahnya dapat membuat aglutinin dan , maka orang tersebut mempunyai golongan darah O atau 0.

b) Golongan Darah Sistem Rhesus (Rh)
       Selain sistem ABO, dalam penentuan golongan darah manusia dapat pula menggunakan sistem Rhesus (Rh). Reshus atau Rh merupakan antigen lain yang terdapat pada sel darah merah. Istilah Rh berasal dari “rhesus”, karena antigen ini pertama kali ditemukan tahun 1940 oleh Landsteiner dan = A.S. Wenner di dalam darah kera Mocacus rhesus. Sel darah yang memiliki antigen Rh disebut Rh+
(Rhesus positif ), sedangkan yang tidak memiliki antigen Rh disebut Rh- (Rhesus negatif ).
Apabila orang yang memiliki darah Rh negatif ditransfusi dengan darah Rh positif (Rh+), orang bergolongan darah Rh negatif (Rh-) tersebut dengan segera akan membentuk antibodi anti-Rh, sehingga terjadi aglutinasi darah.
       Masalah akan timbul jika seorang ibu berdarah Rh negatif mengandung bayi dengan darah Rh positif. Meskipun sistem peredaran darah ibu dan anak terpisah, namun acapkali ada sedikit sel-sel darah yang masuk pada sistem peredaran darah ibu melalui plasenta. Kejadian ini biasanya terjadi pada saat terakhir kehamilan.
Untuk merespons sel darah yang asing tersebut, darah ibu akan membentuk antibodi. Antibodi tersebut masuk ke dalam sistem peredaran darah bayi melalui plasenta. Darah bayi merupakan protein asing (antigen) bagi antibodi, sehingga antibodi akan bereaksi terhadap darah bayi, akibatnya terjadi aglutinasi. Adanya aglutinasi dalam sel darah akan menyebabkan anemia, dan nama penyakit tersebut dinamakan eritroblastosis foetalis. Apabila penyakit ini tidak bisa ditangani, bayi bisa mengalami kematian.
Tabel Golongan Darah Rhesus dengan Antigen/Aglutinogen dan Aglutinin/Antibodi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7AcnN6NeiXSt5LhMvJ-D3DxhZxlojNpFNoxXVQcay_J3584GjZOtMFjDrI_perwB8QQIle6b51-JxL9OK8Be-zy4ZGtr53Nw1ECPQ2c8nALFRbZCUfJA3OcDsjn4kGuM4AaQHBrNRxMk/s1600/Darah+Rhesus.png










Pemahaman tentang golongan darah A,B,O,AB & Rhesus Rh+ Rh-
https://www.facebook.com/rsrc.php/v3/yB/r/-pz5JhcNQ9P.png
Di Indonesia, kita masih sering mendengar/mempercayai mitos-mitos atau salah paham tentang golongan darah, seperti :

“Golongan darah anak harus sama dengan golongan darah salah satu orangtua”
“Golongan darah anak perempuan ikut ayah, golongan darah anak laki-laki ikut ibu”
“Golongan darah O lebih kuat daripada golongan darah lain”
“Darah yang berwarna gelap berarti golongan darah O”

Tidak ada satupun mitos di atas yang benar. Salah satu komplikasi dari mitos ini adalah memicu pertengkaran suami isteri jika memiliki anak yang berbeda golongan darah dengan salah satu atau kedua orangtuanya ; sang suami mencurigai sang isteri, atau menuduh sang isteri telah berselingkuh.

Sebenarnya pemahaman terhadap golongan darah telah kita pelajari di bangku SMA, tapi banyak di antara kita yang melupakannya dan akhirnya sebagian dari kita terpengaruh oleh mitos-mitos yang ada.

A, B, O, AB

Ada beberapa sistem penggolongan darah. Yang paling umum dipakai adalah sistem ABO dan sistem Rhesus..

Golongan darah kita ditentukan oleh perpaduan gen yang diwariskan oleh ayah dan gen yang diwariskan oleh ibu kita. Pewarisan gen yang menentukan golongan darah mengikuti hukum Mendel. Jenis gen yang diwariskan itu disebut genotip (genotype), terdiri dari genotip A, B, dan O.
Perpaduan gen O dan gen O menghasilkan golongan darah O.
Perpaduan gen A dan gen O menghasilkan golongan darah A.
Perpaduan gen A dan gen A menghasilkan golongan darah A.
Perpaduan gen B dan gen O menghasilkan golongan darah B.
Perpaduan gen B dan gen B menghasilkan golongan darah B.
Perpaduan gen A dan gen B menghasilkan golongan darah AB.
Dengan kata lain :

Jika kita bergolongan darah O, kita hanya mempunyai gen O.
Jika kita bergolongan darah A, kita mungkin mempunyai gen A saja, atau mempunyai gen A dan gen O.
Jika kita bergolongan darah B, kita mungkin mempunyai gen B saja, atau mempunyai gen B dan gen O.
Jika kita bergolongan darah AB, kita mempunyai gen A dan gen B.

Orang yang bergolongan darah A, jika menerima gen A dan gen A dari kedua orangtuanya, disebut homozigot ; jika menerima gen A dan gen O dari kedua orangtuanya, disebut heterozigot.

Orang yang bergolongan darah B, jika menerima gen B dan gen B dari kedua orangtuanya, disebut homozigot ; jika menerima gen B dan gen O dari kedua orangtuanya, disebut heterozigot.

Orang yang bergolongan darah O hanya mewariskan gen O untuk keturunannya.

Orang yang bergolongan darah A bisa mewariskan gen A atau gen O untuk keturunannya.

Orang yang bergolongan darah B bisa mewariskan gen B atau gen O untuk keturunannya.

Orang yang bergolongan darah AB bisa mewariskan gen A atau gen B untuk keturunannya.

Oleh karena itu :

Orangtua golongan O dan O, menghasilkan anak golongan O.
Orangtua golongan O dan A, menghasilkan anak golongan O atau golongan A.
Orangtua golongan O dan B, menghasilkan anak golongan O atau golongan B.
Orangtua golongan O dan AB, menghasilkan anak golongan A atau golongan B.
Orangtua golongan A dan A, menghasilkan anak golongan A atau golongan O.
Orangtua golongan. A dan B, menghasilkan anak golongan A atau golongan B atau golongan AB atau golongan O.
Orangtua golongan A dan AB, menghasilkan anak golongan A atau golongan AB atau golongan B.
Orangtua golongan B dan B, menghasilkan anak golongan B atau golongan O.
Orangtua golongan B dan AB, menghasilkan anak golongan A atau golongan AB atau golongan B.
Orangtua golongan AB dan AB, menghasilkan anak golongan A atau golongan B atau golongan AB.

Jika kita sudah mengerti semua penjelasan di atas, kita tahu bahwa golongan darah anak tidak selalu sama dengan salah satu orangtua, kecuali untuk pasangan O dan O, pasangan O dan A, dan pasangan O dan B.

Kuat tidaknya seseorang sama sekali tidak ditentukan oleh golongan darah. Ada banyak faktor yang menentukan kesehatan fisik kita, termasuk kadar Haemoglobin (Hb), jumlah sel darah merah (Eritrosit), jumlah dan komposisi sel darah putih (Lekosit), jumlah sel darah pembeku (Trombosit), dan masih banyak indikator lain yang menentukan kesehatan seseorang. Yang jelas, golongan darah tidak menentukan sehat tidaknya seseorang.

Sebagian orang masih percaya pada mitos bahwa darah yang berwarna merah gelap berarti golongan darah O. Ini sepenuhnya salah. Warna darah sangat ditentukan oleh kadar Hb, jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, kadar gula darah dan lain-lain, termasuk racun rokok. Warna darah tidak menentukan golongan darah.
Rhesus : Rh+ atau Rh-
Sistem lain yang sangat penting adalah sistem Rhesus. Penggolongan jenis ini didasarkan atas ada tidaknya antibodi kita terhadap sejenis protein dalam darah kera spesies Macacus rhesus. Jika darah seseorang bereaksi (membentuk gumpalan), ia tergolong Rhesus positif (Rh+). Jika darah seseorang tidak bereaksi, ia tergolong Rhesus negatif (Rh-). Mayoritas ras kita bergolongan Rh+. Tapi penggolongan ini hanya bisa dipastikan dari pemeriksaan darah seperti halnya golongan ABO.
Sistem ABO dan Rhesus sudah menjadi standar penggolongan darah di seluruh dunia, termasuk Indonesia, sehingga lengkapnya kita mengenal golongan-golongan darah sebagai berikut :
Golongan O, Rh+
Golongan O, Rh-
Golongan A, Rh+
Golongan A, Rh-
Golongan B, Rh+
Golongan B, Rh-
Golongan AB, Rh+
Golongan AB, Rh-
Orang yang bergolongan Rh- tidak boleh menerima darah bergolongan Rh+, karena bisa menimbulkan efek fatal/kematian. Jadi, walaupun penerima dan donor sama-sama bergolongan A, sama-sama bergolongan B, sama-sama bergolongan O, sama-sama bergolongan AB, tapi penerima bergolongan Rh- tidak boleh menerima donor yang bergolongan Rh+ ; hanya boleh menerima donor yang juga bergolongan Rh-. Sedangkan penerima yang bergolongan Rh+ boleh menerima donor bergolongan Rh-.
Golongan darah : Jangan asal tebak di KTP

Dalam kenyataan sehari-hari, di Indonesia masih sangat banyak orang yang tidak pernah memeriksa golongan darahnya. Banyak di antara kita yang asal menebak golongan darah ketika harus mengisi data resmi seperti di KTP (Kartu Tanda Penduduk). Sesungguhnya hal ini sangat berbahaya. Jika di suatu saat kita membutuhkan darah donor, ketidakcocokan darah kita dengan darah donor bisa menimbulkan efek fatal/kematian.

Saat ini hampir semua puskesmas dan bidan desa di seluruh Indonesia telah dilengkapi dengan alat dan bahan pemeriksaan golongan darah. Mengingat pentingnya kita mengetahui golongan darah kita, ada baiknya setiap orang di negeri ini mengetahui golongan darah masing-masing. Pemeriksaan golongan darah hanya butuh waktu singkat, tidak lebih dari 15 menit. Saat ini biaya pemeriksaan golongan darah di fasilitas laboratorium swasta berkisar antara Rp35.000,- sampai Rp50.000,-.

Golongan darah kita bersifat tetap, tidak bisa berubah-ubah. Jika seseorang pernah mendapati golongan darahnya berbeda dalam dua kali pemeriksaan, berarti ada salah satu pemeriksaan yang salah.

Semoga penjelasan di atas bisa memberikan kita pemahaman yang benar tentang golongan darah. Periksa dan ketahuilah golongan darah kita masing-masing.

Sumber : Kompasiana


Tidak ada komentar:

Posting Komentar