Sistem
Penggolongan Darah Rhesus
Sistem penggolongan ini membagi golongan
darah manusia menjadi dua, yaitu Rhesus Positif (Rh +) dan Rhesus Negatif
(Rh-). Pembeda kedua jenis golongan darah ini ialah dengan memperhatikan faktor
Rh, berarti darah seseorang dibedakan berdasarkan ada tidaknya Antigen-Rh dalam
eritrositnya.
Istilah Rh atau Rhesus (juga biasa
disebut Rhesus Faktor) pertama sekali dikemukakan pada tahun 1940 oleh
Landsteiner dan Weiner. Dinamakan rhesus karena dalam riset tersebut digunakan
darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu spesies kera yang paling
banyak dijumpai di India dan Cina.
Pada sistem ABO, yang menentukan
golongan darah adalah antigen A dan B, sedangkan pada Rh faktor, golongan darah
ditentukan adalah antigen Rh (dikenal juga sebagai antigen D).
Jika hasil tes darah di laboratorium
seseorang dinyatakan tidak memiliki antigen Rh, maka ia memiliki darah dengan
Rh negatif (Rh-), sebaliknya bila ditemukan antigen Rh pada pemeriksaan, maka
ia memiliki darah dengan Rh positif (Rh+).
Bagaimana Sejarah Ditemukannya
Sistem Penggolongan Darah Rhesus ??
Jauh sebelum sistem golongan darah
Rhesus ditemukan, telah dikenal gejala klinis yang disebut dengan Hydrops
fetalis, Jaundice dan Kernicterus. Umumnya, bayi meninggal
beberapa hari sesudah dilahirkan.
Pada tahun 1921, Von
Gierke mengemukakan pendapatnya bahwa hydrops fetalis,
jaundice dan kernicterus mungkin bukanlah beberapa hal yang
berdiri sendiri, melainkan suatu perjalanan penyakit karena suatu penyebab.
Pada saat itu telah diketahui bahwa
pada kasus hydrops fetalis, jaundice dan kernicterus, janin/bayi
yang menderita penyakit ini juga mengalamianemia berat, dan pada
pemeriksaan laboratorium terlihat hemolisis serta adanya peningkatan
jumlah eritroblast yang sangat tinggi.
Pada tahun
1932, Diamond dkk menyatakan bahwa hydrops fetalis, jaundice, kernicterus,
serta hemolisis di masukkan ke dalam satu proses patologik yang dinamakan
Erythroblastosis fetalis. Sekarang, Erythroblastosis
fetalis dinamakan Hemolytic Disease of the Newborn
(HDN) atau Hemolytic Disease of the Fetus and Newborn (HDFN).
Selama beberapa tahun, penyebab
hemolisis belum diketahui, sampai akhirnya pada tahun
1938, Darrow mengemukakan usulan bahwa
patomekanisme dari erythroblastosis fetalis adalah
reaksi antigen-antibodi. Darrow memperkirakan hemoglobin janin dianggap
sebagai imunogen bagi ibu, sehingga sistem imun ibu memproduksi antibodi
terhadap sel darah merah janin.
Dengan adanya antibodi ibu terhadap
sel darah merah janin maka terjadilah respon imun yang melisiskan sel darah
merah janin. Pendapat Darrow pada waktu itu bahwa reaksi antigen-antibodi
merupakan dasar terjadinya erythroblastosis fetalis memang masih
merupakan teori, namun pendapat itu sudah merupakan koreksi terhadap pendapat
sebelumnya.
Pada tahun
1939, Levine dan Stetson melaporkan tentang seorang ibu
yang mengalami dua kejadian yaitu reaksi transfusi setelah mendapat transfusi
darah dari suaminya, dan janin/bayi si ibu mengalami HDN. Si ibu mengalami
reaksi transfusi yang sekarang dikenal dengan nama Acute Hemolytic
Transfusion Reaction (reaksi hemolisis akut karena transfusi).
Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan bahwa si ibu ternyata membentuk antibodi terhadap sel darah merah
suaminya, namun belum diketahui jenis antigen apa pada sel darah merah suaminya
yang dikenali oleh antibodi ibu.
Dari pemeriksaan ini, reaksi
transfusi yang terjadi pada si ibu telah dapat diterangkan, tetapi mengapa
terjadi HDN belum dapat dijelaskan. Pada saat itu, adanya antibodi ibu terhadap
sel darah merah suaminya belum dikaitkan dengan kasus HDN yang terjadi. Apalagi
beberapa waktu sesudah kejadian itu, didapatkan si ibu tidak memproduksi lagi
antibodi terhadap sel darah merah suaminya. Kejadian ini berlalu tanpa
dikaitkan dengan HDN yang terjadi, dan dianggap sebagai kejadian yang terpisah.
Di tahun 1940 dan
1941, Landsteiner dan Weiner mendeskripsikan eksperimen
yang mereka lakukan pada guinea pigs dan kelinci. Eksperimen tersebut
adalah sebagai berikut:
- Mereka mengimunisasi / menyuntikkan sel darah
merah kera rhesus ke guinea pigs dan kelinci. Dengan
imunisasi ini maka guinea pigs dan kelinci membentuk antibodi
terhadap sel darah merah kera Rhesus (oleh penelitinya antibodi ini
dinamakan anti-Rhesus).
- Anti-Rhesus ini diambil dan direaksikan /
dicampur dengan sel darah manusia dari berbagai individu.
- Reaksi dari campuran tersebut
diamati, positif ataunegatif. Disebut reaksi
positif, bila sel darah merah manusia menjadi lisis dan
disebut reaksi negatif bila sel darah merah
manusia tidak lisis. Ternyata, 85% eksperimen menunjukkan reaksi
positif. Dengan demikian disimpulkan bahwa anti-Rhesus juga bereaksi
terhadap sel darah merah manusia. Dengan kata lain, pada sebagian besar
sel darah manusia terdapat antigen yang dikenali oleh anti-Rhesus. Sel
darah merah yang TIDAK lisis (15%) berarti tidak mempunyai antigen yang
dikenali oleh antibodi tersebut (gambar 1). Di dunia, populasi dengan
Rhesus (+), 85% populasi berada di Eropa Barat dan Amerika Utara.
Antigen yang dikenali oleh
anti-Rhesus disebut dengan antigen Rhesus. Dengan demikian pada sel darah
manusia terdapat antigen yang sama dengan yang terdapat pada sel darah merah
kera rhesus yaitu antigen Rhesus. Sel darah merah manusia yang mempunyai
antigen Rhesus akan lisis bila direaksikan dengan anti-Rhesus, tetapi sel darah
merah manusia yang tidak mempunyai antigen Rhesus tidak akan lisis bila
direaksikan dengan anti-Rhesus (gambar 1).
Jadi sejak saat itu diketahui bahwa
berdasarkan ada tidaknya antigen-Rh, maka golongan darah manusia dibedakan atas
dua kelompok, yaitu :
- Rh-positif (Rh+), berarti darahnya memiliki
antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi positif atau terjadi
penggumpalan eritrosit pada waktu dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi
Rh).
- Rh-negatif (Rh-), berarti darahnya tidak memiliki
antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi negatif atau tidak terjadi
penggumpalan saat dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh).
Apakah Penggolongan Darah ini
Dipengaruhi Faktor Genetik ?
Menurut Landsteiner golongan
darah Rh ini, bersifat herediter yang diatur oleh
satu gen yang terdiri dari 2 alel, yaitu R dan r.
R dominan terhadap r, sehingga terbentuknya antigen-Rh ditentukan
oleh gen dominan R. Orang Rh+ mempunyai genotip RR atau Rr, sedangkan
orang Rh- mempunyai genotip rr.
Wiener menyatakan bahwa
golongan darah Rh ditentukan oleh satu seri alel yang terdiri dari 8 alel. Hal
ini didasarkan pada kenyataan tidak semua orang Rh+ mempunyai antigen-Rh yang
sama, begitu juga dengan orang Rh-. Kedelapan alel tersebut yaitu: (1) Rh+,
alel-alelnya RZ , R1 , R2 , R0 dan (2) Rh-, alel-alelnya ry, r’, r”, r
Peneliti lain yaitu R.R. Race dan R.A.
Fisher berpendapat bahwa golongan darah Rh ditentukan oleh 3 pasang gen
(C, D, dan E). Gen-gen ini bukan alel, tetapi terangkai amat berdekatan satu
sama lain dan ketiga gen ini dominan terhadap alelnya c, d, dan e.
Ada tidaknya antigen-Rh dalam
eritrosit seseorang ditentukan oleh gen D. Orang Rh+ mempunyai gen D dan
bergenotip CDE atau cDe , dan sebagainya. Orang Rh-, tidak mempunyai gen D dan
genotipnya dapat ditulis cdE atau CdE. Ketiga sistem tersebut tetap berlaku
karena belum dapat dipastikan sistem mana yang benar sampai sekarang
Apakah Peranan Faktor Rhesus dalam
Kehidupan Sehari-hari?
Faktor Rh dalam darah seseorang
mempunyai arti penting dalam klinik. Orang yang serum dan plasma darahnya tidak
mempunyai anti-Rh dapat distimulir (dipacu) untuk membentuk anti-Rh.
Pembentukan anti-Rh ini dapat melalui :
1. Transfusi Darah.
Contoh kasus ini misalnya pada
seorang perempuan Rh- yang kerena sesuatu hal harus ditolong dengan transfusi
darah. Darah donor kebetulan Rh+, berarti mengandung antigen-Rh. Antigen-Rh ini
akan dipandang sebagai protein asing, sehingga perempuan itu akan distimulir
membentuk anti-Rh.
Serum darah perempuan yang semula
bersih dari anti-Rh akan mengandung anti-Rh. Anti-Rh akan terus bertambah jika
transfusi dilakukan lebih dari sekali. Anti-Rh akan membuat darah yang
mengandung antigen-Rh menjadi menggumpal sehingga perempuan Rh- tersebut tidak
bisa menerima darah dari orang Rh+.
Orang Rh- harus selalu ditransfusi
dengan darah Rh-. Seseorang yang akan melakukan transfuse, jadi sebaiknya
selain memeriksa golongan darah dengan sistem ABO juga harus memeriksakan
faktor Rhnya.
2. Perkawinan.
Kasus ini bisa terjadi misalnya
seorang perempuan Rh- (genotip rr) menikah dengan laki-laki Rh+ (bergenotip
homozigotik RR) dan perempuan tersebut hamil. Janin dari pasangan ini tentunya
akan bergolongan darah Rh+ (genotip Rr) yang diwarisi dari ayahnya.
Sebagian kecil darah janin yang
mengandung antigen-Rh tersebut akan menembus plasenta dan masuk kedalam tubuh
ibunya. Serum dan plasma darah ibu distimulir untuk membentuk anti-Rh, sehingga
darah ibu yang mengalir kembali ke janin mengandung anti-Rh.
Anti-Rh ini akan merusak sel darah
merah janin yang mengandung antigen-Rh, sehingga janin akan mengalami hemolisis
eritrosit. Hemolisis eritrosit akan menghasilkan bilirubin indirek yang
bersifat tidak larut air, tetapi larut lemak dan tentunya akan meningkatkan
kadar bilirubin darah janin.
Peningkatan ini dapat menyebabkan
ikterus patologis yaitu suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan Kern ikterus, bila
tidak segera ditangani.
Kern ikterus menyebabkkan suatu
kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama
pada korpus striatum, talamus, nukleus sub talamus, hipokampus, nukleus
merah dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Bayi yang mengalami kern ikterus
biasanya mengalami kuning disekujur tubuhnya. Ada 2 kemungkinan bagi janin yang
mengalami ketidakcocokan Rh ini, yaitu : Bayi pertama bisa selamat karena
anti-Rh yang dibentuk oleh ibu itu masih sedikit, sedangkan bayi pada kehamilan
kedua bisa meninggal, jika mengalami anemia berat. Penyakit seperti ini dikenal
dengan nama Eritoblastosis fetalis.
Kejadian ini akan terulang pada
waktu ibu hamil berikutnya. Bayi dapat juga hidup, tetapi biasanya akan
mengalami cacat, lumpuh, dan retardasi mental.
Penjelasan Mengenai Hemolytic
Disease of the Newborn (HDN)
Rangkaian kejadian yang dialami bayi
tersebut, pada tahun 1941, ditulis oleh Levine dkk dalam suatu
laporan lengkap tentang etiologi dari HDN. Dalam tulisannya dijelaskan bahwa
hemolisis pada kasus HDN disebabkan antibodi ibu terhadap sel darah merah
janin.
Antibodi ini menembus plasenta
kemudian berikatan dengan sel darah merah janin, menimbulkan respon imun berikutnya,
yang berakibat HDN. Dari berbagai studi termasuk studi literatur didapatkan
bahwa antibodi pada HDN adalah antibodi yang dilaporkan oleh Landsteiner
dan Weiner (yaitu anti-Rhesus).
Dengan demikian nampaklah benang
merah bahwa HDN adalah suatu kondisi patologik yang didasari oleh reaksi
antigen-antibodi. Antibodi yang berperanan disebut anti-Rhesus, dan
antigennya disebut dengan antigen Rhesus.
Sel darah merah janin mempunyai
antigen Rhesus, sedangkan sel darah merah ibu tidak mempunyai antigen Rhesus,
sehingga antigen Rhesus merupakan benda asing bagi ibu. Antigen Rhesus ini
merangsang sistem imun ibu untuk membentuk anti-Rhesus, yang dapat menembus
plasenta dan berikatan dengan sel darah merah janin.
Setelah memahami penjelasan di atas,
kita tahu bahwa Rhesus juga tak kalah penting dengan sistem penggolongan darah
A-B-O. Untuk itu, menjadi penting untuk kita mengetahui Rhesus sedini mungkin.
Satu lagi yang ingin saya bahas
mengenai Rhesus, yaitu penjelasan mengenai Rhesus Negatif yang hingga saat ini
masih menjadi tanda tanya besar bagi sejumlah ilmuwan. Penjelasan tersebut akan
saya bahas di artikel berikutnya.
Darah manusia dapat dikelompokkan (digolongkan) berdasarkan atas ada
tidaknya antigen yang terdapat pada permukaan luar membran sel darah merah
(eritrosit). Antigen yang dimaksud
dinamakan aglutinogen. Antigen sel darah merah merupakan suatu bagian berupa glikoprotein atau glikolipid yang bersifat genetis. Antigen yang telah dikenali pada sel darah merah yaitu antigen A dan antigen B.
Di dalam plasma darah terdapat antibodi yang disebut aglutinin. Aglutinin merupakan antibodi yang bereaksi dengan antigen dan terdapat pada permukaan sel darah merah. Sesuai jenis
aglutinogen, ada dua jenis aglutinin yaitu aglutinin (anti-A) dan aglutinin (anti-B). Jika kedua aglutinin ini bereaksi dengan antigen, sel darah merah akan menggumpal satu sama lain atau mengalami lisis. Proses yang demikian dinamakan aglutinasi (penggumpalan darah).
Ahli ilmu tentang kekebalan tubuh (imunologi) berkebangsaan Austria, Karl Landsteiner (1868-1943), mengelompokkan golongan darah manusia menjadi golongan darah A, B, AB dan O atau 0
(nol). Penggolongan darah semacam ini dinamakan sistem ABO atau AB0, Selain sistem ini, darah dapat juga digolongkan dalam sistem Rhesus (Rh).
a) Penggolongan Darah Sistem ABO
Sel darah merah ada yang memiliki antigen A, antigen B, dan antigen A,B. Tetapi ada juga sel darah merah yang tidak memiliki antigen A maupun B. Sel darah ini hanya memiliki aglutinin pada plasma darahnya saja.
Seseorang akan memiliki golongan darah A, bila sel darah merahnya memiliki antigen A dan plasma darahnya memiliki aglutinin (anti-B). Seseorang akan bergolongan darah B, bila sel darah merahnya memiliki antigen Ba) Penggolongan Darah Sistem ABO Sel darah merah ada yang memiliki antigen A, antigen B, dan antigen A,B. Tetapi ada juga sel darah merah yang tidak memiliki antigen A maupun B. Sel darah ini hanya memiliki aglutinin pada plasma darahnya saja.
Seseorang akan memiliki golongan darah A, bila sel darah merahnya memiliki antigen A dan plasma darahnya memiliki aglutinin (anti-B). Seseorang akan bergolongan darah B, bila sel darah merahnya memiliki antigen B dan plasma darahnya memiliki aglutinin (anti-A). Kemudian, orang akan bergolongan darah AB, jika sel darah merahnya memiliki antigen A dan B, tetapi dalam plasma
darahnya tidak memiliki aglutinin dan . Sementara, orang akan bergolongan darah O atau 0, bila sel darah merahnya tidak memiliki antigen A dan B, hanya dalam plasma darahnya memiliki aglutinin dan aglutinin .
Supaya kita lebih paham, coba kalian perhatikan tabel berikut:
dinamakan aglutinogen. Antigen sel darah merah merupakan suatu bagian berupa glikoprotein atau glikolipid yang bersifat genetis. Antigen yang telah dikenali pada sel darah merah yaitu antigen A dan antigen B.
Di dalam plasma darah terdapat antibodi yang disebut aglutinin. Aglutinin merupakan antibodi yang bereaksi dengan antigen dan terdapat pada permukaan sel darah merah. Sesuai jenis
aglutinogen, ada dua jenis aglutinin yaitu aglutinin (anti-A) dan aglutinin (anti-B). Jika kedua aglutinin ini bereaksi dengan antigen, sel darah merah akan menggumpal satu sama lain atau mengalami lisis. Proses yang demikian dinamakan aglutinasi (penggumpalan darah).
Ahli ilmu tentang kekebalan tubuh (imunologi) berkebangsaan Austria, Karl Landsteiner (1868-1943), mengelompokkan golongan darah manusia menjadi golongan darah A, B, AB dan O atau 0
(nol). Penggolongan darah semacam ini dinamakan sistem ABO atau AB0, Selain sistem ini, darah dapat juga digolongkan dalam sistem Rhesus (Rh).
a) Penggolongan Darah Sistem ABO
Sel darah merah ada yang memiliki antigen A, antigen B, dan antigen A,B. Tetapi ada juga sel darah merah yang tidak memiliki antigen A maupun B. Sel darah ini hanya memiliki aglutinin pada plasma darahnya saja.
Seseorang akan memiliki golongan darah A, bila sel darah merahnya memiliki antigen A dan plasma darahnya memiliki aglutinin (anti-B). Seseorang akan bergolongan darah B, bila sel darah merahnya memiliki antigen Ba) Penggolongan Darah Sistem ABO Sel darah merah ada yang memiliki antigen A, antigen B, dan antigen A,B. Tetapi ada juga sel darah merah yang tidak memiliki antigen A maupun B. Sel darah ini hanya memiliki aglutinin pada plasma darahnya saja.
Seseorang akan memiliki golongan darah A, bila sel darah merahnya memiliki antigen A dan plasma darahnya memiliki aglutinin (anti-B). Seseorang akan bergolongan darah B, bila sel darah merahnya memiliki antigen B dan plasma darahnya memiliki aglutinin (anti-A). Kemudian, orang akan bergolongan darah AB, jika sel darah merahnya memiliki antigen A dan B, tetapi dalam plasma
darahnya tidak memiliki aglutinin dan . Sementara, orang akan bergolongan darah O atau 0, bila sel darah merahnya tidak memiliki antigen A dan B, hanya dalam plasma darahnya memiliki aglutinin dan aglutinin .
Supaya kita lebih paham, coba kalian perhatikan tabel berikut:
1em;">
Apabila sel darah merah seseorang mengandung aglutinogen A dan
serum darahnya membuat aglutinin , maka orang tersebut mempunyai golongan darah
A.
Sebaliknya, apabila sel darah merah seseorang mengan dung aglutinogen B dan serum darahnya membuat aglutinin , maka orang tersebut dikategorikan golongan darah B. Kemudian, apabila sel darah merah seseorang mengandung aglutinogen A dan B, sementara serum darah tidak dapat membuat aglutinin maupun , maka orang tersebut mempunyai golongan darah AB. Sebaliknya, bila sel darah merah seseorang tidak mengandung aglutinogen A dan B, sementara serum darahnya dapat membuat aglutinin dan , maka orang tersebut mempunyai golongan darah O atau 0.
b) Golongan Darah Sistem Rhesus (Rh)
Selain sistem ABO, dalam penentuan golongan darah manusia dapat pula menggunakan sistem Rhesus (Rh). Reshus atau Rh merupakan antigen lain yang terdapat pada sel darah merah. Istilah Rh berasal dari “rhesus”, karena antigen ini pertama kali ditemukan tahun 1940 oleh Landsteiner dan = A.S. Wenner di dalam darah kera Mocacus rhesus. Sel darah yang memiliki antigen Rh disebut Rh+
(Rhesus positif ), sedangkan yang tidak memiliki antigen Rh disebut Rh- (Rhesus negatif ).
Apabila orang yang memiliki darah Rh negatif ditransfusi dengan darah Rh positif (Rh+), orang bergolongan darah Rh negatif (Rh-) tersebut dengan segera akan membentuk antibodi anti-Rh, sehingga terjadi aglutinasi darah.
Masalah akan timbul jika seorang ibu berdarah Rh negatif mengandung bayi dengan darah Rh positif. Meskipun sistem peredaran darah ibu dan anak terpisah, namun acapkali ada sedikit sel-sel darah yang masuk pada sistem peredaran darah ibu melalui plasenta. Kejadian ini biasanya terjadi pada saat terakhir kehamilan.
Untuk merespons sel darah yang asing tersebut, darah ibu akan membentuk antibodi. Antibodi tersebut masuk ke dalam sistem peredaran darah bayi melalui plasenta. Darah bayi merupakan protein asing (antigen) bagi antibodi, sehingga antibodi akan bereaksi terhadap darah bayi, akibatnya terjadi aglutinasi. Adanya aglutinasi dalam sel darah akan menyebabkan anemia, dan nama penyakit tersebut dinamakan eritroblastosis foetalis. Apabila penyakit ini tidak bisa ditangani, bayi bisa mengalami kematian.
Tabel Golongan Darah Rhesus dengan Antigen/Aglutinogen dan Aglutinin/Antibodi
Sebaliknya, apabila sel darah merah seseorang mengan dung aglutinogen B dan serum darahnya membuat aglutinin , maka orang tersebut dikategorikan golongan darah B. Kemudian, apabila sel darah merah seseorang mengandung aglutinogen A dan B, sementara serum darah tidak dapat membuat aglutinin maupun , maka orang tersebut mempunyai golongan darah AB. Sebaliknya, bila sel darah merah seseorang tidak mengandung aglutinogen A dan B, sementara serum darahnya dapat membuat aglutinin dan , maka orang tersebut mempunyai golongan darah O atau 0.
b) Golongan Darah Sistem Rhesus (Rh)
Selain sistem ABO, dalam penentuan golongan darah manusia dapat pula menggunakan sistem Rhesus (Rh). Reshus atau Rh merupakan antigen lain yang terdapat pada sel darah merah. Istilah Rh berasal dari “rhesus”, karena antigen ini pertama kali ditemukan tahun 1940 oleh Landsteiner dan = A.S. Wenner di dalam darah kera Mocacus rhesus. Sel darah yang memiliki antigen Rh disebut Rh+
(Rhesus positif ), sedangkan yang tidak memiliki antigen Rh disebut Rh- (Rhesus negatif ).
Apabila orang yang memiliki darah Rh negatif ditransfusi dengan darah Rh positif (Rh+), orang bergolongan darah Rh negatif (Rh-) tersebut dengan segera akan membentuk antibodi anti-Rh, sehingga terjadi aglutinasi darah.
Masalah akan timbul jika seorang ibu berdarah Rh negatif mengandung bayi dengan darah Rh positif. Meskipun sistem peredaran darah ibu dan anak terpisah, namun acapkali ada sedikit sel-sel darah yang masuk pada sistem peredaran darah ibu melalui plasenta. Kejadian ini biasanya terjadi pada saat terakhir kehamilan.
Untuk merespons sel darah yang asing tersebut, darah ibu akan membentuk antibodi. Antibodi tersebut masuk ke dalam sistem peredaran darah bayi melalui plasenta. Darah bayi merupakan protein asing (antigen) bagi antibodi, sehingga antibodi akan bereaksi terhadap darah bayi, akibatnya terjadi aglutinasi. Adanya aglutinasi dalam sel darah akan menyebabkan anemia, dan nama penyakit tersebut dinamakan eritroblastosis foetalis. Apabila penyakit ini tidak bisa ditangani, bayi bisa mengalami kematian.
Tabel Golongan Darah Rhesus dengan Antigen/Aglutinogen dan Aglutinin/Antibodi
Pemahaman
tentang golongan darah A,B,O,AB & Rhesus Rh+ Rh-
Di Indonesia, kita masih sering
mendengar/mempercayai mitos-mitos atau salah paham tentang golongan darah,
seperti :
“Golongan darah anak harus sama dengan golongan darah salah satu orangtua”
“Golongan darah anak perempuan ikut ayah, golongan darah anak laki-laki ikut ibu”
“Golongan darah O lebih kuat daripada golongan darah lain”
“Darah yang berwarna gelap berarti golongan darah O”
Tidak ada satupun mitos di atas yang benar. Salah satu komplikasi dari mitos ini adalah memicu pertengkaran suami isteri jika memiliki anak yang berbeda golongan darah dengan salah satu atau kedua orangtuanya ; sang suami mencurigai sang isteri, atau menuduh sang isteri telah berselingkuh.
Sebenarnya pemahaman terhadap golongan darah telah kita pelajari di bangku SMA, tapi banyak di antara kita yang melupakannya dan akhirnya sebagian dari kita terpengaruh oleh mitos-mitos yang ada.
A, B, O, AB
Ada beberapa sistem penggolongan darah. Yang paling umum dipakai adalah sistem ABO dan sistem Rhesus..
Golongan darah kita ditentukan oleh perpaduan gen yang diwariskan oleh ayah dan gen yang diwariskan oleh ibu kita. Pewarisan gen yang menentukan golongan darah mengikuti hukum Mendel. Jenis gen yang diwariskan itu disebut genotip (genotype), terdiri dari genotip A, B, dan O.
Perpaduan gen O dan gen O menghasilkan golongan darah O.
Perpaduan gen A dan gen O menghasilkan golongan darah A.
Perpaduan gen A dan gen A menghasilkan golongan darah A.
Perpaduan gen B dan gen O menghasilkan golongan darah B.
Perpaduan gen B dan gen B menghasilkan golongan darah B.
Perpaduan gen A dan gen B menghasilkan golongan darah AB.
Dengan kata lain :
Jika kita bergolongan darah O, kita hanya mempunyai gen O.
Jika kita bergolongan darah A, kita mungkin mempunyai gen A saja, atau mempunyai gen A dan gen O.
Jika kita bergolongan darah B, kita mungkin mempunyai gen B saja, atau mempunyai gen B dan gen O.
Jika kita bergolongan darah AB, kita mempunyai gen A dan gen B.
Orang yang bergolongan darah A, jika menerima gen A dan gen A dari kedua orangtuanya, disebut homozigot ; jika menerima gen A dan gen O dari kedua orangtuanya, disebut heterozigot.
Orang yang bergolongan darah B, jika menerima gen B dan gen B dari kedua orangtuanya, disebut homozigot ; jika menerima gen B dan gen O dari kedua orangtuanya, disebut heterozigot.
Orang yang bergolongan darah O hanya mewariskan gen O untuk keturunannya.
Orang yang bergolongan darah A bisa mewariskan gen A atau gen O untuk keturunannya.
Orang yang bergolongan darah B bisa mewariskan gen B atau gen O untuk keturunannya.
Orang yang bergolongan darah AB bisa mewariskan gen A atau gen B untuk keturunannya.
Oleh karena itu :
Orangtua golongan O dan O, menghasilkan anak golongan O.
Orangtua golongan O dan A, menghasilkan anak golongan O atau golongan A.
Orangtua golongan O dan B, menghasilkan anak golongan O atau golongan B.
Orangtua golongan O dan AB, menghasilkan anak golongan A atau golongan B.
Orangtua golongan A dan A, menghasilkan anak golongan A atau golongan O.
Orangtua golongan. A dan B, menghasilkan anak golongan A atau golongan B atau golongan AB atau golongan O.
Orangtua golongan A dan AB, menghasilkan anak golongan A atau golongan AB atau golongan B.
Orangtua golongan B dan B, menghasilkan anak golongan B atau golongan O.
Orangtua golongan B dan AB, menghasilkan anak golongan A atau golongan AB atau golongan B.
Orangtua golongan AB dan AB, menghasilkan anak golongan A atau golongan B atau golongan AB.
Jika kita sudah mengerti semua penjelasan di atas, kita tahu bahwa golongan darah anak tidak selalu sama dengan salah satu orangtua, kecuali untuk pasangan O dan O, pasangan O dan A, dan pasangan O dan B.
Kuat tidaknya seseorang sama sekali tidak ditentukan oleh golongan darah. Ada banyak faktor yang menentukan kesehatan fisik kita, termasuk kadar Haemoglobin (Hb), jumlah sel darah merah (Eritrosit), jumlah dan komposisi sel darah putih (Lekosit), jumlah sel darah pembeku (Trombosit), dan masih banyak indikator lain yang menentukan kesehatan seseorang. Yang jelas, golongan darah tidak menentukan sehat tidaknya seseorang.
Sebagian orang masih percaya pada mitos bahwa darah yang berwarna merah gelap berarti golongan darah O. Ini sepenuhnya salah. Warna darah sangat ditentukan oleh kadar Hb, jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, kadar gula darah dan lain-lain, termasuk racun rokok. Warna darah tidak menentukan golongan darah.
Rhesus : Rh+ atau Rh-
Sistem lain yang sangat penting adalah sistem Rhesus. Penggolongan jenis ini didasarkan atas ada tidaknya antibodi kita terhadap sejenis protein dalam darah kera spesies Macacus rhesus. Jika darah seseorang bereaksi (membentuk gumpalan), ia tergolong Rhesus positif (Rh+). Jika darah seseorang tidak bereaksi, ia tergolong Rhesus negatif (Rh-). Mayoritas ras kita bergolongan Rh+. Tapi penggolongan ini hanya bisa dipastikan dari pemeriksaan darah seperti halnya golongan ABO.
Sistem ABO dan Rhesus sudah menjadi standar penggolongan darah di seluruh dunia, termasuk Indonesia, sehingga lengkapnya kita mengenal golongan-golongan darah sebagai berikut :
Golongan O, Rh+
Golongan O, Rh-
Golongan A, Rh+
Golongan A, Rh-
Golongan B, Rh+
Golongan B, Rh-
Golongan AB, Rh+
Golongan AB, Rh-
Orang yang bergolongan Rh- tidak boleh menerima darah bergolongan Rh+, karena bisa menimbulkan efek fatal/kematian. Jadi, walaupun penerima dan donor sama-sama bergolongan A, sama-sama bergolongan B, sama-sama bergolongan O, sama-sama bergolongan AB, tapi penerima bergolongan Rh- tidak boleh menerima donor yang bergolongan Rh+ ; hanya boleh menerima donor yang juga bergolongan Rh-. Sedangkan penerima yang bergolongan Rh+ boleh menerima donor bergolongan Rh-.
Golongan darah : Jangan asal tebak di KTP
Dalam kenyataan sehari-hari, di Indonesia masih sangat banyak orang yang tidak pernah memeriksa golongan darahnya. Banyak di antara kita yang asal menebak golongan darah ketika harus mengisi data resmi seperti di KTP (Kartu Tanda Penduduk). Sesungguhnya hal ini sangat berbahaya. Jika di suatu saat kita membutuhkan darah donor, ketidakcocokan darah kita dengan darah donor bisa menimbulkan efek fatal/kematian.
Saat ini hampir semua puskesmas dan bidan desa di seluruh Indonesia telah dilengkapi dengan alat dan bahan pemeriksaan golongan darah. Mengingat pentingnya kita mengetahui golongan darah kita, ada baiknya setiap orang di negeri ini mengetahui golongan darah masing-masing. Pemeriksaan golongan darah hanya butuh waktu singkat, tidak lebih dari 15 menit. Saat ini biaya pemeriksaan golongan darah di fasilitas laboratorium swasta berkisar antara Rp35.000,- sampai Rp50.000,-.
Golongan darah kita bersifat tetap, tidak bisa berubah-ubah. Jika seseorang pernah mendapati golongan darahnya berbeda dalam dua kali pemeriksaan, berarti ada salah satu pemeriksaan yang salah.
Semoga penjelasan di atas bisa memberikan kita pemahaman yang benar tentang golongan darah. Periksa dan ketahuilah golongan darah kita masing-masing.
Sumber : Kompasiana
“Golongan darah anak harus sama dengan golongan darah salah satu orangtua”
“Golongan darah anak perempuan ikut ayah, golongan darah anak laki-laki ikut ibu”
“Golongan darah O lebih kuat daripada golongan darah lain”
“Darah yang berwarna gelap berarti golongan darah O”
Tidak ada satupun mitos di atas yang benar. Salah satu komplikasi dari mitos ini adalah memicu pertengkaran suami isteri jika memiliki anak yang berbeda golongan darah dengan salah satu atau kedua orangtuanya ; sang suami mencurigai sang isteri, atau menuduh sang isteri telah berselingkuh.
Sebenarnya pemahaman terhadap golongan darah telah kita pelajari di bangku SMA, tapi banyak di antara kita yang melupakannya dan akhirnya sebagian dari kita terpengaruh oleh mitos-mitos yang ada.
A, B, O, AB
Ada beberapa sistem penggolongan darah. Yang paling umum dipakai adalah sistem ABO dan sistem Rhesus..
Golongan darah kita ditentukan oleh perpaduan gen yang diwariskan oleh ayah dan gen yang diwariskan oleh ibu kita. Pewarisan gen yang menentukan golongan darah mengikuti hukum Mendel. Jenis gen yang diwariskan itu disebut genotip (genotype), terdiri dari genotip A, B, dan O.
Perpaduan gen O dan gen O menghasilkan golongan darah O.
Perpaduan gen A dan gen O menghasilkan golongan darah A.
Perpaduan gen A dan gen A menghasilkan golongan darah A.
Perpaduan gen B dan gen O menghasilkan golongan darah B.
Perpaduan gen B dan gen B menghasilkan golongan darah B.
Perpaduan gen A dan gen B menghasilkan golongan darah AB.
Dengan kata lain :
Jika kita bergolongan darah O, kita hanya mempunyai gen O.
Jika kita bergolongan darah A, kita mungkin mempunyai gen A saja, atau mempunyai gen A dan gen O.
Jika kita bergolongan darah B, kita mungkin mempunyai gen B saja, atau mempunyai gen B dan gen O.
Jika kita bergolongan darah AB, kita mempunyai gen A dan gen B.
Orang yang bergolongan darah A, jika menerima gen A dan gen A dari kedua orangtuanya, disebut homozigot ; jika menerima gen A dan gen O dari kedua orangtuanya, disebut heterozigot.
Orang yang bergolongan darah B, jika menerima gen B dan gen B dari kedua orangtuanya, disebut homozigot ; jika menerima gen B dan gen O dari kedua orangtuanya, disebut heterozigot.
Orang yang bergolongan darah O hanya mewariskan gen O untuk keturunannya.
Orang yang bergolongan darah A bisa mewariskan gen A atau gen O untuk keturunannya.
Orang yang bergolongan darah B bisa mewariskan gen B atau gen O untuk keturunannya.
Orang yang bergolongan darah AB bisa mewariskan gen A atau gen B untuk keturunannya.
Oleh karena itu :
Orangtua golongan O dan O, menghasilkan anak golongan O.
Orangtua golongan O dan A, menghasilkan anak golongan O atau golongan A.
Orangtua golongan O dan B, menghasilkan anak golongan O atau golongan B.
Orangtua golongan O dan AB, menghasilkan anak golongan A atau golongan B.
Orangtua golongan A dan A, menghasilkan anak golongan A atau golongan O.
Orangtua golongan. A dan B, menghasilkan anak golongan A atau golongan B atau golongan AB atau golongan O.
Orangtua golongan A dan AB, menghasilkan anak golongan A atau golongan AB atau golongan B.
Orangtua golongan B dan B, menghasilkan anak golongan B atau golongan O.
Orangtua golongan B dan AB, menghasilkan anak golongan A atau golongan AB atau golongan B.
Orangtua golongan AB dan AB, menghasilkan anak golongan A atau golongan B atau golongan AB.
Jika kita sudah mengerti semua penjelasan di atas, kita tahu bahwa golongan darah anak tidak selalu sama dengan salah satu orangtua, kecuali untuk pasangan O dan O, pasangan O dan A, dan pasangan O dan B.
Kuat tidaknya seseorang sama sekali tidak ditentukan oleh golongan darah. Ada banyak faktor yang menentukan kesehatan fisik kita, termasuk kadar Haemoglobin (Hb), jumlah sel darah merah (Eritrosit), jumlah dan komposisi sel darah putih (Lekosit), jumlah sel darah pembeku (Trombosit), dan masih banyak indikator lain yang menentukan kesehatan seseorang. Yang jelas, golongan darah tidak menentukan sehat tidaknya seseorang.
Sebagian orang masih percaya pada mitos bahwa darah yang berwarna merah gelap berarti golongan darah O. Ini sepenuhnya salah. Warna darah sangat ditentukan oleh kadar Hb, jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, kadar gula darah dan lain-lain, termasuk racun rokok. Warna darah tidak menentukan golongan darah.
Rhesus : Rh+ atau Rh-
Sistem lain yang sangat penting adalah sistem Rhesus. Penggolongan jenis ini didasarkan atas ada tidaknya antibodi kita terhadap sejenis protein dalam darah kera spesies Macacus rhesus. Jika darah seseorang bereaksi (membentuk gumpalan), ia tergolong Rhesus positif (Rh+). Jika darah seseorang tidak bereaksi, ia tergolong Rhesus negatif (Rh-). Mayoritas ras kita bergolongan Rh+. Tapi penggolongan ini hanya bisa dipastikan dari pemeriksaan darah seperti halnya golongan ABO.
Sistem ABO dan Rhesus sudah menjadi standar penggolongan darah di seluruh dunia, termasuk Indonesia, sehingga lengkapnya kita mengenal golongan-golongan darah sebagai berikut :
Golongan O, Rh+
Golongan O, Rh-
Golongan A, Rh+
Golongan A, Rh-
Golongan B, Rh+
Golongan B, Rh-
Golongan AB, Rh+
Golongan AB, Rh-
Orang yang bergolongan Rh- tidak boleh menerima darah bergolongan Rh+, karena bisa menimbulkan efek fatal/kematian. Jadi, walaupun penerima dan donor sama-sama bergolongan A, sama-sama bergolongan B, sama-sama bergolongan O, sama-sama bergolongan AB, tapi penerima bergolongan Rh- tidak boleh menerima donor yang bergolongan Rh+ ; hanya boleh menerima donor yang juga bergolongan Rh-. Sedangkan penerima yang bergolongan Rh+ boleh menerima donor bergolongan Rh-.
Golongan darah : Jangan asal tebak di KTP
Dalam kenyataan sehari-hari, di Indonesia masih sangat banyak orang yang tidak pernah memeriksa golongan darahnya. Banyak di antara kita yang asal menebak golongan darah ketika harus mengisi data resmi seperti di KTP (Kartu Tanda Penduduk). Sesungguhnya hal ini sangat berbahaya. Jika di suatu saat kita membutuhkan darah donor, ketidakcocokan darah kita dengan darah donor bisa menimbulkan efek fatal/kematian.
Saat ini hampir semua puskesmas dan bidan desa di seluruh Indonesia telah dilengkapi dengan alat dan bahan pemeriksaan golongan darah. Mengingat pentingnya kita mengetahui golongan darah kita, ada baiknya setiap orang di negeri ini mengetahui golongan darah masing-masing. Pemeriksaan golongan darah hanya butuh waktu singkat, tidak lebih dari 15 menit. Saat ini biaya pemeriksaan golongan darah di fasilitas laboratorium swasta berkisar antara Rp35.000,- sampai Rp50.000,-.
Golongan darah kita bersifat tetap, tidak bisa berubah-ubah. Jika seseorang pernah mendapati golongan darahnya berbeda dalam dua kali pemeriksaan, berarti ada salah satu pemeriksaan yang salah.
Semoga penjelasan di atas bisa memberikan kita pemahaman yang benar tentang golongan darah. Periksa dan ketahuilah golongan darah kita masing-masing.
Sumber : Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar